Juli 01, 2018

“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.3


“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.3

Okika…..O Wamena…,
Wene ka werek…, yogo sasike….
Okika…. O Wamena…..
Yogo tak nen, keuk sak motok…..
O wuka luwuk nite werugun......
Lagu itu menceritakan tentang adanya berita yang harus disampaikan ke kota Wamena, berharap kota yang dulunya dikenal sebagai kota yang rusak akibat kerusuhan dapat dibangun kembali. Nah,melanjutkan kisah dari perjalanan saya pada hari ke -2 di tulisan backpackeran mahal ke wamena part.2 kembali pada kota yang dingin dan sejuk namun juga panas untuk ukuran daerah pegunungan


·         AIR TERJUN NAPUA & KEBUN RAYA BIOLOGI

Setelah kami beranjak dari batas batu dan danau habema sekitar pukul 14.00 WIT kami kembali melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang berada di Napua yang direkomendasikan oleh orang rental yang mengantar kami, Wamena yang ternyata pada hari minggu itu cukup banyak orang yang sedang berwisata disana. Kami tiba pukul 15.00 WIT di area yang disediakan sebagai tempat parkiran dan membayar tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah per orang .Lokasi air terjun napua harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 500 meter menyusuri semak-semak  jalan menurun, sesaat sebelum kami sempat melangkah turun ,naiklah segerombolan wisatawan yang habis mandi dan saya bergumam sendiri “masih jam 3 sore tapi orang sudah pada pulang, aneh “. Beberapa orang yang berpapasan dengan kami sempat menggerutu “ kita dilempar”, “ itu dibawah ada orang lempar-lempar” .Saya langsung kaget lah, terus bingung terus balik arah ke seorang gadis remaja yang tadi menerima uang tiket yang sudah sayar bayar untuk 5 orang seharga 50 ribu rupiah, “ adik, bisa temani kita ke bawah ka ?” , “ dong bilang ni ada orang yang lempar-lempar di bawah “, dan si adik menjawab “nanti, biar mama saja yang ikut kaka dong ke bawah”, ok baiklah. Setelah si ibu muncul yang terlihat adalah si pemilik tempat tersebut memimpin barisan rombongan kami turun demi melihat air terjun yang dielu-eleukan si mas supir sejak kami balik dari habema tadi, sehingga kami bertiga pun juga semangat ke sana. Sepanjang jalan turun kami masih bertemu orang-orang yang mengeluhkan kejadian di bawah sana dan mengadu kepada si ibu pemilik tempat. Saya juga rada gugup karena bisa saja kena lempar batu dari warga yang dibawah, tapi karena sudah bayar well saya pun juga gak mau rugi dong ya..Demi Air Terjuuuuuuuun.... J

Terlihat sudah ada tangga berwarna biru yang dibangun untuk akses turun ke bawah dan ada jembatan kecil yang bahkan su dipasangi atap, juga ada pondok kecil tempat beristirahat di samping. Ketika si ibu atau “ mama”  yang punya lokasi tersebut turun dan menemukan orang-orang yang diyakini melempar batu kepada warga, saya pun yang hanya berani melihat dari jauh juga ikut penasaran seperti apa perawakan mereka, sementara teman saya yang satu sudah berdiri tepat di belakang si mama melihat para tersangka yang ternyata adalah anak-anak kecil . Whaaatttt ?? untuk ukuran anak kecil mereka bukan lagi termasuk jahil sih tapi apa ya saya rada malas berkata kasar di tulisan ini.pokoknya itulah yang kalian tahu  dan batu yang dilempar seukuran kaleng-kaleng rokok yang yah lumayanlah kalau kena bahu atau kepala bisa geger kali ya.. -__-, dan kata si mama mereka bukan dari daerah situ mereka datang dari luar wamena. Hmmm...


Air terrrjuuunnnnnnnnnn



saya cukup kesal meskipun bukan saya yang menjadi korban pelemparan. Masih dengan sedikit kesal saya sibuk mencari dimana air terjun yang dimaksud di mas-mas tadi . saya saling tatap dengan adik kami yang ikut dalam perjalanan dan bertanya “ Air Terjunnya mana ,em ?”, “ Tratau ya kaks”, saya tanya lagi ke mas-masnya “ mas, air terjunnya mana, masih jauh jalan lagi kah ?” and with flat face he said “ ini mbak, di depan kita ini air terjunnya” .  dan yang terlihat di depan mata saya adalah kumpulan batu dengan aliran air lebih mirip kali kecil dengan debit yang super pelan “. That was like  GUBBRRAAAKKK !! what ? “ini mah bukan air terjun, ini kali pak. Mungkin kali masih lebih deras dari yang saya lihat. Well, zonk sih dapat spot ini., kami cuma 5 menit disini dan langsung memutuskan untuk kembali , ditambah dengan kelelahan karena perjalanan yang jauh hari ini dengan berbagai adrenalinnya ( baca di part.2) meskipun saya coba untuk positive thinking debit “air terjun” nya sedang surut karena musim kemarau dan mungkin akan lebih deras sewaktu musim penghujan buktinya saja memang tadi banyak orang yang mandi disini dari siang hari.
( gambar kali spanggal di napua )

Setelah mendaki kembali ke tempat parkir dengan napas tersengal-sengal dan kehilangan 50 ribu dengan percuma kami akhirnya memustuskan untuk pulang saja karena sudah capek meskipun jam waktu itu masih pukul setengah empat sore dan rasanya juga sayang kalau sudah bayar mobil mahal-mahal ( baca di part.1 ) dan tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akhirnya demi menghibur kami yang tak jadi melihat air terjun kami pun diajak cerita bahwa di sekitar situ ada sebuah sekolah yang memiliki kebun strawberry dan dapat dicek sana , namun sayang kami tidak mampir kesana , dan sempat ingin di kali besar yang terletak di pinggir jalan yaitu kali Baliem yang memang membelah lembah Baliem , saya langsung minta mobil dipinggirkan karena saya pengen foto di spot itu  karena melihat salah satu instagrammer lokal yang ngehits foto di spot itu juga jadi saya juga ingin foto disana, dan sesaat setelah pintu mobil terbuka dan kami mau menyeberang untuk motret,dari arah yang lain muncul segerombolan orang yang mungkin sedang ingin pulang jalan sore , oh iya di daerah pegunungan orang-orang sangat suka berjalan kaki memikul hasil kebun atapun bergerombolan jalan sore hari pagi hari siang hari dengan koteka kadang juga ada, itu memang sudah membudaya jadi tidak perlu kaget ketika melihat pemandangan ini. Lalu lagi-lagi mas supir yang mengantar kami langsung menyuruh menutup pintu mobil dan disuruh menunggu sejenak, dan bapak-bapak tersebut juga berhenti di spot yang ingin kami potret, well karena kekhawatiran sang supir akhirnya kami pun lagi-lagi tak jadi foto di sana , ahahhaha hari yang penuh dengan kekhawatiran yang padahal menurut saya “tidak apa-apa” jika kami memotret disana asal kami minta ijin dan pasang senyum manis kan bila perlu semua snack dimobil kami keluarkan buat warga , hihihihi yah gagal lagi potret di spot bagus.

·         WHAT TO DO : Pergilah kemana-mana dengan orang asli setempat, akan lebih baik karena mereka yang lebih paham tentang kultur masyarakat yang ada di sana. Lalu kalau singgah-singgah mendadak ke spot-spot yang foto  pastikan jalanan aman dan mintalah ijin terlebih dahulu jika ada orang setempat, dan kalau ada anak-anak atau mama-mama disana jangan lupa berikan makanan atau permen atau sesuatu yang manis-manis. Hihihi

Dari perjalanan ini kami lanjut ke daerah gunung susu sekitar pukul setengah 5 sore untuk melihat kebun raya biologi wamena yang membuat saya penasaran setengah mati meskipun gambarnya biasa saja di internet, tapi dari yang saya baca sedang dikembangkan pohon bunga sakura di sana, ya otomatis tempat ini jadi salah satu tempat yang ingin saya kunjungi berhubung saya belum pernah melihat bunga sakura kan, meski sekali lagi kata mas-mas supir yang membawa bahwa daerah ini juga cukup rawan, yah kami tetap kekeuh mau ke sana maka dengan memutar arah yang lain sebelum masuk ke daerah kota kami berbelok ke arah sana dan saya melihat hamparan rumput berwarna merah maroon sisa dari rumput mei menuju warna coklat tua yang begitu mendominasi di daerah perkebunan yang merupakan tanah milik LIPI , begitu lewat di depan gapura kebun lagi-lagi ada segerombolan orang duduk di sana dan sekali lagi diperingati mas-masnya bahwa lebih baik kami tidak usah turun , kami hanya numpang lewat dan akhirnya menyerah dan kembali ke kota . well , well.. hmm baiklah
kami pulang dan beristirahat, sembari mencari tiket untuk pulang besok siang.                    
Malam harinya kami kelimpungan karena kehabisan tiket, seperti yang saya ceritakan sebelumnya di tulisan part.1 bahwa harus memesan tiket dari jauh-jauh hari . Akhirnya kami harus menambah sehari lagi trip yang entahlah besok mau kemana...

HARI 3

Tidak se-excited 2 hari sebelumnya karena hari ini kami tidak tahu mau kemana, hari pertama kami ke arah timur, hari kedua kami ke arah barat dan hari ketiga kami bingung, dan akhirnya saya memutuskan untuk berkunjung ke rumah saudara saya, beliau orang asli wamena namun semasa sekolah dan kuliahnya dulu kakak saya ini besar bersama kami di rumah, sehingga sudah diangkat menjadi anak di rumah kami.
Kami berikan judul trip hari ketiga yaitu trip di dalam kota. Berusaha melihat kota wamena lebih dekat dan interaksi yang terjadi didalamnya. Memutuskan setelah sarapan, kami bertiga akan jalan kaki ke rumah kakak saya. Meski sedikit rawan karena terlihat sekali kami bertiga orang baru, tapi ya namanya saja orang nekat. Jalan kaki di pagi hari yang hangat sekali, kota yang tidak terlalu ramai mungkin karena masih libur nasional, memotret sejenak sebuah proyek pembangunan salib yang berada dekat dengan penginanapan kami. Setelah meng”goggling “ dan akhirnya menyerah dan bingung dengan arah jalan yang diberikan kakak saya akhirnya kami memutuskan untuk mencoba naik becak, yang seperti seru .

·         WHAT TO DO : Pastikan bahwa tukang becaknya paham alamat tujuan kalian. Bersiap-siaplah dengan guncangan dan kecepatan mereka membawa becak. Siapkan uang pas sewaktu membayar.

Dua becak menjadi transportasi kami, saya sendiri mengingat tubuh saya yang hanya muat dalam satu becak dan 2 teman saya menaiki becak lainnya . 2 anak laki-laki berusia remaja sepertinya masih SMP menarik becak kami, well jika kalian ingin naik becak disini sepertinya harus bersiap-siap kaget seperti saya yang kagok naik becak disini tidak seperti becak di jogja misalnya yangbenar-benar membiarkan penumpangnya menikmati suasana kota, well becak disini sedikit cepat dibawa mungkin karena kendaraan di sekitar yang juga tidak mau mengalah dan memberi ruang sehingga becaklah yang harus menyesuaikan , lumayan kaget juga ditambah jalan di dalam kota banyak yang rusak maka lengkaplah petualangan pagi itu. Setelah memberi 20 ribu kakak saya memyambut di depan rumah dan membawa kami ke rumahnya. Rumah simple dari kayu yang khas daerah pegunungan dan halaman yang sangat luas dengan berbagai tanaman, ah.. menambah inspirasi untuk rumah masa depan, ciyee.. ahahhaaha. Sambil makan , saya berdiskusi dengan kakak dan istrinya maka beliau memutuskan untuk mengajak kami hari itu ke kampung istrinya. Wah, kami sih senang-senang saja karena memang tidak punya rencana hari itu.

·         JEMBATAN KUNING dan JWW PARK

Berjarak sekitar 10km dari kota wamena menuju Distrik Maima. Dinamakan begitu karena memang berwarna kuning. Jembatan gantung ini menghubungkan Sogokma dengan jajaran pegunungan Erumuliak yang panjang membentang di seberang. Saat dilewati, jembatan gantung ini bukan bergoyang ke kanan atau kiri, melainkan turun naik bagai gelombang. Sambil menyeberang saya beranikan melihat ke sungai Baliem yang melintas di bawah jembatan. Airnya berwarna cokelat, arusnya deras, dengan suara yang menderu keras.

Jembatan Kuning ini baru dibangun beberapa tahun lalu, menggantikan jembatan lama yang putus dan memakan korban seorang pemandu lokal dan seorang wisatawan Jepang. Saat itu tubuh mereka langsung hilang ditelan arus sungai Baliem, tak lagi bisa ditemukan. Beberapa bulan kemudian, keluarga wisatawan datang dari Jepang ke Wamena, membangun semacam tiang batu bertuliskan huruf kanji di dekat jembatan. Sebagai nisan sekaligus pengingat bagi anak mereka yang hilang.

“Dekat” dari jembatan kuning kita akan menemui telaga biru yang berjarak 1 jam ditempuh dengan berjalan kaki gengs, tapi sayang kami tidak kesana karena membawa anak kecil jadi kami hanya menikmati sore hari yang syahdu di jembatan kuning yang super fotogenik. Wamena memang setiap sudutnya fotogenik sih. Jembatan kuning memang menjadi nyawa penyambung bagi warga setempat. Warga yang lalu lalang dengan berjalan kaki dan menggunakan motor, hanya mobil yang tidak bisa melewati jembatan ini, sehingga harus parkir di samping jembatan.



Di sela – sela menikmati sore kami datang seorang tukang yang tadinya sedang bekerja proyek jembatan di sisi lain jembatan lalu menyapa dan memberitahu bahwa ada taman yang baru dibangun dekat sini , boleh kesana dan banyak anak-anak lagi main bola disitu . Wah, kakak saya langsung bertanya dan kami tanpa ragu-ragu langsung ke sana. Ternyata itu adalah kampung halaman dari salah satu calon gubernur papua , sehingga kami iseng memberikan nama tamannya sesuai dengan nama beliau “ JWW Park” . Saya sangat terpukau atau lebih tepatnya udik karena sangat sangat hijaaaaaauuuuuuuuuuuu.. kalau kata orang jawa “ ijo royo-royo” . Pemandangan memang bikin hati teduh, kami semangat sekali dapat spot ini, dan akhirnya malah punya spot untuk menikmati jembatan kuning dari sudut yang lain. Ah wamena memang sesuatu.

JWW Park, Wamena
Ketemu spot gereja di taman ini yang super instagramable

Kami menghabiskan sekitar 2 jam di jembatan kuning dan JWW Park lalu memutuskan untuk pulang dan mencari oleh-oleh berupa buah-buahan dan sayuran untuk sanak saudara di rumah. Sayang kami hanya 4 hari 3 malam, padahal wamena punya ratusan spot untuk didatangi.

·         WHAT TO DO Gunakan sepatu tertutup untuk berkegiatan di alam. Kalau pun menggunakan sandal gunung, sebaiknya gunakan juga kaos kaki.
Topi sangat berguna untuk melindungi kepala dari panas dan angin. 
Hujan bisa turun tiba-tiba di lembah Baliem, walaupun terkadang tak deras namun berlangsung cukup lama. Membawa jas hujan atau jaket bisa sangat berguna dan Bawalah air minum secukupnya.



Terimakasihhh semuanya, sudah menyediakan waktu membaca petualangan saya ke lembah baliem yang indah ini. Semoga semakin menginspirasi kalian untuk segera mengunjungi spot-spot seru di Wamena.
See you in the next adventure, Wa Wa Wa

#febspiration
#explorewamena
#anwamenameke
#kuligaiadventure

Tidak ada komentar:

Posting Komentar