Juli 01, 2018

“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.3


“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.3

Okika…..O Wamena…,
Wene ka werek…, yogo sasike….
Okika…. O Wamena…..
Yogo tak nen, keuk sak motok…..
O wuka luwuk nite werugun......
Lagu itu menceritakan tentang adanya berita yang harus disampaikan ke kota Wamena, berharap kota yang dulunya dikenal sebagai kota yang rusak akibat kerusuhan dapat dibangun kembali. Nah,melanjutkan kisah dari perjalanan saya pada hari ke -2 di tulisan backpackeran mahal ke wamena part.2 kembali pada kota yang dingin dan sejuk namun juga panas untuk ukuran daerah pegunungan


·         AIR TERJUN NAPUA & KEBUN RAYA BIOLOGI

Setelah kami beranjak dari batas batu dan danau habema sekitar pukul 14.00 WIT kami kembali melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang berada di Napua yang direkomendasikan oleh orang rental yang mengantar kami, Wamena yang ternyata pada hari minggu itu cukup banyak orang yang sedang berwisata disana. Kami tiba pukul 15.00 WIT di area yang disediakan sebagai tempat parkiran dan membayar tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah per orang .Lokasi air terjun napua harus ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 500 meter menyusuri semak-semak  jalan menurun, sesaat sebelum kami sempat melangkah turun ,naiklah segerombolan wisatawan yang habis mandi dan saya bergumam sendiri “masih jam 3 sore tapi orang sudah pada pulang, aneh “. Beberapa orang yang berpapasan dengan kami sempat menggerutu “ kita dilempar”, “ itu dibawah ada orang lempar-lempar” .Saya langsung kaget lah, terus bingung terus balik arah ke seorang gadis remaja yang tadi menerima uang tiket yang sudah sayar bayar untuk 5 orang seharga 50 ribu rupiah, “ adik, bisa temani kita ke bawah ka ?” , “ dong bilang ni ada orang yang lempar-lempar di bawah “, dan si adik menjawab “nanti, biar mama saja yang ikut kaka dong ke bawah”, ok baiklah. Setelah si ibu muncul yang terlihat adalah si pemilik tempat tersebut memimpin barisan rombongan kami turun demi melihat air terjun yang dielu-eleukan si mas supir sejak kami balik dari habema tadi, sehingga kami bertiga pun juga semangat ke sana. Sepanjang jalan turun kami masih bertemu orang-orang yang mengeluhkan kejadian di bawah sana dan mengadu kepada si ibu pemilik tempat. Saya juga rada gugup karena bisa saja kena lempar batu dari warga yang dibawah, tapi karena sudah bayar well saya pun juga gak mau rugi dong ya..Demi Air Terjuuuuuuuun.... J

Terlihat sudah ada tangga berwarna biru yang dibangun untuk akses turun ke bawah dan ada jembatan kecil yang bahkan su dipasangi atap, juga ada pondok kecil tempat beristirahat di samping. Ketika si ibu atau “ mama”  yang punya lokasi tersebut turun dan menemukan orang-orang yang diyakini melempar batu kepada warga, saya pun yang hanya berani melihat dari jauh juga ikut penasaran seperti apa perawakan mereka, sementara teman saya yang satu sudah berdiri tepat di belakang si mama melihat para tersangka yang ternyata adalah anak-anak kecil . Whaaatttt ?? untuk ukuran anak kecil mereka bukan lagi termasuk jahil sih tapi apa ya saya rada malas berkata kasar di tulisan ini.pokoknya itulah yang kalian tahu  dan batu yang dilempar seukuran kaleng-kaleng rokok yang yah lumayanlah kalau kena bahu atau kepala bisa geger kali ya.. -__-, dan kata si mama mereka bukan dari daerah situ mereka datang dari luar wamena. Hmmm...


Air terrrjuuunnnnnnnnnn



saya cukup kesal meskipun bukan saya yang menjadi korban pelemparan. Masih dengan sedikit kesal saya sibuk mencari dimana air terjun yang dimaksud di mas-mas tadi . saya saling tatap dengan adik kami yang ikut dalam perjalanan dan bertanya “ Air Terjunnya mana ,em ?”, “ Tratau ya kaks”, saya tanya lagi ke mas-masnya “ mas, air terjunnya mana, masih jauh jalan lagi kah ?” and with flat face he said “ ini mbak, di depan kita ini air terjunnya” .  dan yang terlihat di depan mata saya adalah kumpulan batu dengan aliran air lebih mirip kali kecil dengan debit yang super pelan “. That was like  GUBBRRAAAKKK !! what ? “ini mah bukan air terjun, ini kali pak. Mungkin kali masih lebih deras dari yang saya lihat. Well, zonk sih dapat spot ini., kami cuma 5 menit disini dan langsung memutuskan untuk kembali , ditambah dengan kelelahan karena perjalanan yang jauh hari ini dengan berbagai adrenalinnya ( baca di part.2) meskipun saya coba untuk positive thinking debit “air terjun” nya sedang surut karena musim kemarau dan mungkin akan lebih deras sewaktu musim penghujan buktinya saja memang tadi banyak orang yang mandi disini dari siang hari.
( gambar kali spanggal di napua )

Setelah mendaki kembali ke tempat parkir dengan napas tersengal-sengal dan kehilangan 50 ribu dengan percuma kami akhirnya memustuskan untuk pulang saja karena sudah capek meskipun jam waktu itu masih pukul setengah empat sore dan rasanya juga sayang kalau sudah bayar mobil mahal-mahal ( baca di part.1 ) dan tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akhirnya demi menghibur kami yang tak jadi melihat air terjun kami pun diajak cerita bahwa di sekitar situ ada sebuah sekolah yang memiliki kebun strawberry dan dapat dicek sana , namun sayang kami tidak mampir kesana , dan sempat ingin di kali besar yang terletak di pinggir jalan yaitu kali Baliem yang memang membelah lembah Baliem , saya langsung minta mobil dipinggirkan karena saya pengen foto di spot itu  karena melihat salah satu instagrammer lokal yang ngehits foto di spot itu juga jadi saya juga ingin foto disana, dan sesaat setelah pintu mobil terbuka dan kami mau menyeberang untuk motret,dari arah yang lain muncul segerombolan orang yang mungkin sedang ingin pulang jalan sore , oh iya di daerah pegunungan orang-orang sangat suka berjalan kaki memikul hasil kebun atapun bergerombolan jalan sore hari pagi hari siang hari dengan koteka kadang juga ada, itu memang sudah membudaya jadi tidak perlu kaget ketika melihat pemandangan ini. Lalu lagi-lagi mas supir yang mengantar kami langsung menyuruh menutup pintu mobil dan disuruh menunggu sejenak, dan bapak-bapak tersebut juga berhenti di spot yang ingin kami potret, well karena kekhawatiran sang supir akhirnya kami pun lagi-lagi tak jadi foto di sana , ahahhaha hari yang penuh dengan kekhawatiran yang padahal menurut saya “tidak apa-apa” jika kami memotret disana asal kami minta ijin dan pasang senyum manis kan bila perlu semua snack dimobil kami keluarkan buat warga , hihihihi yah gagal lagi potret di spot bagus.

·         WHAT TO DO : Pergilah kemana-mana dengan orang asli setempat, akan lebih baik karena mereka yang lebih paham tentang kultur masyarakat yang ada di sana. Lalu kalau singgah-singgah mendadak ke spot-spot yang foto  pastikan jalanan aman dan mintalah ijin terlebih dahulu jika ada orang setempat, dan kalau ada anak-anak atau mama-mama disana jangan lupa berikan makanan atau permen atau sesuatu yang manis-manis. Hihihi

Dari perjalanan ini kami lanjut ke daerah gunung susu sekitar pukul setengah 5 sore untuk melihat kebun raya biologi wamena yang membuat saya penasaran setengah mati meskipun gambarnya biasa saja di internet, tapi dari yang saya baca sedang dikembangkan pohon bunga sakura di sana, ya otomatis tempat ini jadi salah satu tempat yang ingin saya kunjungi berhubung saya belum pernah melihat bunga sakura kan, meski sekali lagi kata mas-mas supir yang membawa bahwa daerah ini juga cukup rawan, yah kami tetap kekeuh mau ke sana maka dengan memutar arah yang lain sebelum masuk ke daerah kota kami berbelok ke arah sana dan saya melihat hamparan rumput berwarna merah maroon sisa dari rumput mei menuju warna coklat tua yang begitu mendominasi di daerah perkebunan yang merupakan tanah milik LIPI , begitu lewat di depan gapura kebun lagi-lagi ada segerombolan orang duduk di sana dan sekali lagi diperingati mas-masnya bahwa lebih baik kami tidak usah turun , kami hanya numpang lewat dan akhirnya menyerah dan kembali ke kota . well , well.. hmm baiklah
kami pulang dan beristirahat, sembari mencari tiket untuk pulang besok siang.                    
Malam harinya kami kelimpungan karena kehabisan tiket, seperti yang saya ceritakan sebelumnya di tulisan part.1 bahwa harus memesan tiket dari jauh-jauh hari . Akhirnya kami harus menambah sehari lagi trip yang entahlah besok mau kemana...

HARI 3

Tidak se-excited 2 hari sebelumnya karena hari ini kami tidak tahu mau kemana, hari pertama kami ke arah timur, hari kedua kami ke arah barat dan hari ketiga kami bingung, dan akhirnya saya memutuskan untuk berkunjung ke rumah saudara saya, beliau orang asli wamena namun semasa sekolah dan kuliahnya dulu kakak saya ini besar bersama kami di rumah, sehingga sudah diangkat menjadi anak di rumah kami.
Kami berikan judul trip hari ketiga yaitu trip di dalam kota. Berusaha melihat kota wamena lebih dekat dan interaksi yang terjadi didalamnya. Memutuskan setelah sarapan, kami bertiga akan jalan kaki ke rumah kakak saya. Meski sedikit rawan karena terlihat sekali kami bertiga orang baru, tapi ya namanya saja orang nekat. Jalan kaki di pagi hari yang hangat sekali, kota yang tidak terlalu ramai mungkin karena masih libur nasional, memotret sejenak sebuah proyek pembangunan salib yang berada dekat dengan penginanapan kami. Setelah meng”goggling “ dan akhirnya menyerah dan bingung dengan arah jalan yang diberikan kakak saya akhirnya kami memutuskan untuk mencoba naik becak, yang seperti seru .

·         WHAT TO DO : Pastikan bahwa tukang becaknya paham alamat tujuan kalian. Bersiap-siaplah dengan guncangan dan kecepatan mereka membawa becak. Siapkan uang pas sewaktu membayar.

Dua becak menjadi transportasi kami, saya sendiri mengingat tubuh saya yang hanya muat dalam satu becak dan 2 teman saya menaiki becak lainnya . 2 anak laki-laki berusia remaja sepertinya masih SMP menarik becak kami, well jika kalian ingin naik becak disini sepertinya harus bersiap-siap kaget seperti saya yang kagok naik becak disini tidak seperti becak di jogja misalnya yangbenar-benar membiarkan penumpangnya menikmati suasana kota, well becak disini sedikit cepat dibawa mungkin karena kendaraan di sekitar yang juga tidak mau mengalah dan memberi ruang sehingga becaklah yang harus menyesuaikan , lumayan kaget juga ditambah jalan di dalam kota banyak yang rusak maka lengkaplah petualangan pagi itu. Setelah memberi 20 ribu kakak saya memyambut di depan rumah dan membawa kami ke rumahnya. Rumah simple dari kayu yang khas daerah pegunungan dan halaman yang sangat luas dengan berbagai tanaman, ah.. menambah inspirasi untuk rumah masa depan, ciyee.. ahahhaaha. Sambil makan , saya berdiskusi dengan kakak dan istrinya maka beliau memutuskan untuk mengajak kami hari itu ke kampung istrinya. Wah, kami sih senang-senang saja karena memang tidak punya rencana hari itu.

·         JEMBATAN KUNING dan JWW PARK

Berjarak sekitar 10km dari kota wamena menuju Distrik Maima. Dinamakan begitu karena memang berwarna kuning. Jembatan gantung ini menghubungkan Sogokma dengan jajaran pegunungan Erumuliak yang panjang membentang di seberang. Saat dilewati, jembatan gantung ini bukan bergoyang ke kanan atau kiri, melainkan turun naik bagai gelombang. Sambil menyeberang saya beranikan melihat ke sungai Baliem yang melintas di bawah jembatan. Airnya berwarna cokelat, arusnya deras, dengan suara yang menderu keras.

Jembatan Kuning ini baru dibangun beberapa tahun lalu, menggantikan jembatan lama yang putus dan memakan korban seorang pemandu lokal dan seorang wisatawan Jepang. Saat itu tubuh mereka langsung hilang ditelan arus sungai Baliem, tak lagi bisa ditemukan. Beberapa bulan kemudian, keluarga wisatawan datang dari Jepang ke Wamena, membangun semacam tiang batu bertuliskan huruf kanji di dekat jembatan. Sebagai nisan sekaligus pengingat bagi anak mereka yang hilang.

“Dekat” dari jembatan kuning kita akan menemui telaga biru yang berjarak 1 jam ditempuh dengan berjalan kaki gengs, tapi sayang kami tidak kesana karena membawa anak kecil jadi kami hanya menikmati sore hari yang syahdu di jembatan kuning yang super fotogenik. Wamena memang setiap sudutnya fotogenik sih. Jembatan kuning memang menjadi nyawa penyambung bagi warga setempat. Warga yang lalu lalang dengan berjalan kaki dan menggunakan motor, hanya mobil yang tidak bisa melewati jembatan ini, sehingga harus parkir di samping jembatan.



Di sela – sela menikmati sore kami datang seorang tukang yang tadinya sedang bekerja proyek jembatan di sisi lain jembatan lalu menyapa dan memberitahu bahwa ada taman yang baru dibangun dekat sini , boleh kesana dan banyak anak-anak lagi main bola disitu . Wah, kakak saya langsung bertanya dan kami tanpa ragu-ragu langsung ke sana. Ternyata itu adalah kampung halaman dari salah satu calon gubernur papua , sehingga kami iseng memberikan nama tamannya sesuai dengan nama beliau “ JWW Park” . Saya sangat terpukau atau lebih tepatnya udik karena sangat sangat hijaaaaaauuuuuuuuuuuu.. kalau kata orang jawa “ ijo royo-royo” . Pemandangan memang bikin hati teduh, kami semangat sekali dapat spot ini, dan akhirnya malah punya spot untuk menikmati jembatan kuning dari sudut yang lain. Ah wamena memang sesuatu.

JWW Park, Wamena
Ketemu spot gereja di taman ini yang super instagramable

Kami menghabiskan sekitar 2 jam di jembatan kuning dan JWW Park lalu memutuskan untuk pulang dan mencari oleh-oleh berupa buah-buahan dan sayuran untuk sanak saudara di rumah. Sayang kami hanya 4 hari 3 malam, padahal wamena punya ratusan spot untuk didatangi.

·         WHAT TO DO Gunakan sepatu tertutup untuk berkegiatan di alam. Kalau pun menggunakan sandal gunung, sebaiknya gunakan juga kaos kaki.
Topi sangat berguna untuk melindungi kepala dari panas dan angin. 
Hujan bisa turun tiba-tiba di lembah Baliem, walaupun terkadang tak deras namun berlangsung cukup lama. Membawa jas hujan atau jaket bisa sangat berguna dan Bawalah air minum secukupnya.



Terimakasihhh semuanya, sudah menyediakan waktu membaca petualangan saya ke lembah baliem yang indah ini. Semoga semakin menginspirasi kalian untuk segera mengunjungi spot-spot seru di Wamena.
See you in the next adventure, Wa Wa Wa

#febspiration
#explorewamena
#anwamenameke
#kuligaiadventure

Juni 27, 2018

“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.2 ( “Banyak Sampah di Batas Batu Wamena ?" )


“BACKPACKERAN MAHAL KE WAMENA ?” Part.2

Wa wa wa .. salam hangat khas pegunungan tengah Papua, kalau dapat salam begini boleh dibalas dengan kata yang sama wa wa wa  dengan nada semangat ya gengs..itu adalah tanda terima kasih yang disampaikan kepada kita dan sebagai bentuk penerimaan satu salam lain khas pegunungan tengah Papua.
Speaking of Wamena, pernahkah kalian mendengar istilah “Labewa” ?  Nah kalau yang punya teman-teman yang berasal dari wamena ini semacam tag yang akan terbawa kemana-mana oleh mereka, labewa adalah singkatan dari kata LAhir BEsar WAmena. Ada juga tag lain yang sering disebutkan dalam bahasa suku dani yaitu “An Wamena Meke” artinya Saya Anak Wamena.
Selamat datang di Part .2 tentu saya berharap ini bagian yang paling kalian tunggu –tunggu dari petualangan singkat saya dan teman-teman di Lembah Baliem. Kami menjelajahi lembah baliem selama 4 hari meskipun rasanya 4 hari tidak cukup untuk mengexplore lembah baliem ini, karena masih banyak tempat-tempat yang belum sempat kami kunjungi. Di dalam tulisan ini pun saya akan mencantumkan hal-hal yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan selama explore as a tourist in wamena not as a local people yaa, dan lagi semoga review perjalanan yang saya tulis kali ini bisa menginspirasi kalian untuk tidak menunda-nunda kedatangan kalian ke wamena J

v  TEMPAT WISATA

HARI 1
Berhubung kami bertiga para gadis-gadis nekat memilih penerbangan siang yaitu jam 10.45 WIT dari Jayapura dan baru tiba di Kota Wamena sekitar 11.30 WIT sehingga tempat yang kami kunjungi di hari pertama letaknya tidak begitu jauh dari kota wamena. Kami mengunjungi 2 tempat yaitu Hotel Jerman dan Pasir Putih. Btw, Terimakasih kepada Pak Jokowi dengan program-program pembangunan yang nyata terlihat di Papua karena saya suka sekali dengan desain bandara baru wamena yang kece, Salut Pak ! Begitu keluar dari bandara kami sudah dijemput oleh orang rental yang sudah janjian dengan kami. Daaaaannn sembari si bapak lagi mengambil mobil untuk mengangkut carrier kami, datanglah seorang bapak-bapak dengan kostum koteka lengkap (pakaian tradisional pria khas pegunungan papua) menuju ke arah kami bertiga , senyum-senyum dan saya spontan keluarkan kamera ya kan merekam adegan si bapak mendekati kami ,menjabat tangan dan diajak khumbi ( salam menarik jari khas pegunungan tengah papua ) saya mah sibuk merekam terus dan sempat motret si bapak yang berbicara dengan bahasa isyarat dan geraka tubuhnya dan muncul si mas rental dari arah belakang saya dan ngomong” Mbak, itu nanti dimintain duit mbak, harus bayar lho”. “ Kasi 1 foto dia bisa minta 50 ribu”  Whaaaaaaaaaaaaattt ?? gubrak seketika gengs.. spontan kamera saya langsung turun, dan kami bertiga lihat2an dalam kebingungan dan teman saya si indi langsung mengeluarkan 50 ribu dan di kasi ke si bapak dan di tangan saya ada 20 ribu pun raib diminta si bapak. Well, well , well sambutan dari kota wamena.. hahahahha karena ketidaktahuan dan keudikan kami akhirnya 70 ribu melayang karena 1 foto bersama si bapak.. ( Videonya akan saya masukan dalam vlog saya mendatang )


·         NOT TO DO : Setiap kali kita mengeluarkan kamera atau benda-benda mencolok lainnya untuk berfoto dengan orang lokal sebaiknya ditemani sama orang yang paham tempat itu ya gengs, karena ya memang itu bisa dijadikan salah satu cara masyarakat mencari uang secara cepat. Kecuali, kecuali nih kalian memang sengaja mau berfoto dengan mereka siapkan uang secukupnya, kalau sama anak kecil  atau mama-mama dikasi makanan , snack atau kue sudah cukup mereka sudah berterima kasih. Kalau orang yang kalian kenal atau teman kalian kenal ya dikasikan saja rokok sebungkus dah lumayan itu gengs. Tapi sebenarnya untung-untungan sih, kalau gak diminta apa-apa ya syukur J . Satu lagi ini tidak berlaku di semua tempat di pegunungan papua ya gengs, tolong jangan di sama-ratakan.
Sambutan manis dari si bapak akan jadi kenangan sepanjang dunia backpackeran kami

Well, setelah dapat “sambutan” tadi ya kami ketawa-ketawa sendiri dalam perjalanan ke penginapan , lalu lanjut ke tujuan pertama kami yang disebut-sebut “Hotel Jerman “

Ø  Hotel Jerman a.k.a The Baliem Valley Resort
Bungalow the baliem valley resort
The BALIEM VALLEY RESORT terletak di tepi timur Lembah Baliem terletak di Desa Sekan, Kecamatan Siepkosi, Wamena –Kab.Jayawijaya. Perjalanan kami dari penginapan dimulai jam 13.00 WIT dan sepanjang perjalanan ke sana disuguhi pemandangan luarbiasa, perjalanan kami tidak sampai 1 jam menggunakan mobil saya tidak ingat waktunya karena sibuk mengagumi pemandangan disekitar. Biaya kendaraan yang masuk ke resot ini adalah 20 ribu rupiah saja .The BALIEM VALLEY RESORT adalah perusahaan Jerman-Indonesia yang didirikan oleh Dr. med. Werner Weiglein pada tahun 1999. Resor ini terletak di ketinggian 1900 mdpl di tengah-tengah Pegunungan Jayawijaya yang perkasa dan menawarkan setiap pengunjung semua kenyamanan yang mungkin di sini di dataran tinggi. Resor ini mencakup surga alam seluas 1600 ha dikelilingi oleh lanskap gunung yang tinggi dengan hutan hujan, sungai, dan danau. Di antaranya terdapat permukiman lokal suku Dani .Kompleks resor ini termasuk restoran dengan teras panoramik yang besar, resepsi dan gedung konferensi, dan 15 bungalow dalam gaya tradisional Dani berbentuk Honai; semua dengan kamar mandi modern, perabotan yang nyaman, dan teras berjemur yang besar. Dari sini Anda dapat melihat Lembah Baliem yang spektakuler dan pegunungan tinggi Trikora masif di dekatnya dan resor ini juga menyediakan jasa travelling wamena selama 10 hari dapat dicek di https://www.dr-weiglein-expeditions.de/ atau nomor telepon 0812-4802-3489. Harga kamar dapat berkisar diatas 1,2 Juta untuk lebih lengkapnya bisa dicek di jasa-jasa travel online J



Outdoor view dari restorannya 
Desain interiornya juara
 Berhubung kami tidak menginap disini ( lebih tepatnya full booked waktu kami pesan ) sehingga kami hanya mengunjungi restorannya yang sangat cantik, tentu tema rustic khas pegunungan tengah papua dan baju khas suku dani dan suku asmat memenuhi seluruh perabotan dan desain interior di restoran ini. Biaya masuk ke resto adalah 10 ribu per orang dan beberapa menu wajib dicoba di sini adalah “hipere” goreng ( ubi) yang manis, jus terong belanda, juga kopi arabica wamena tentunya dan untuk supir pengantar tamu akan dapat minuman gratis katanya memang sudah service dari restoran ini, di sudut ruangan ada bar kecil yang menjual minuman dan di ada reading corner yang dibuat untuk para pengunjung . Setelah puas mencicip-cicip kami berkeliling di sekitar resto dan memang pemandangan yang super breathtaking , Dikelilingi dengan beberapa honai masyarakat kita akan bertemu masyarakat yang lalu lalang juga disini. Saya langsung memilih spot “merenung” saya di atas sebuah batu rasanya pengen tidur siang di batu itu ditemani angin sepoi-sepoi dan menikmati anugerah Tuhan yang luarbiasa ini dipadu dengan suara kehebohan satu keluarga besar yang sedang piknik membakar ikan di dekat tempat saya duduk, maklum karena sedang libur lebaran jadi banyak wisatawan yang berkungjung kesini . Ya, namanya juga kerjasama dengan negara lain ya jadi dibuat sebagus mungkin resort ini dan cukup worth it kesini karena jaraknya tidak begitu jauh dari wamena kota meskipun jalan ke arah luar kota ini belum terlalu baik karena masih banyak yang belum diaspal ada baiknya menggunakan kendaraan roda 4 yang cocok dengan medan ini. Tapi guncangan-guncang kecil di mobil terkalahkan dengan pemandangan luarbiasa yang mengiringi perjalanan ke sana.
Spot "merenung yang saya maksudkan sebelumnya"



Kebun bunga kuning entah apa namanya pokoknya cantik 

Ø  Pasir Putih
Jarak antara hotel jerman dan pasir putih cukup dekat kata teman kami dan ini juga spot yang wajib kalian datangi kalau ke wamena, sensasi berasa di new zealand ala papua bisa kalian dapatkan disini.  Pasir Putih terletak di wilayah desa Aikima, Wamena dengan ketinggian 1600 mdpl dan terletak di persis di pinggir jalan
White Sand of Wamena

Kalian bisa menyewa mobil untuk satu rombongan, menaiki ojek motor ataupaun jika dana anda terbatas bisa menggunakan Angkot dengan jurusan KL (Kurulu) dengan biaya sekitar 15 ribu rupiah dan Biaya wisata disini satu mobilnya dihitung 100 ribu rupiah Memasuki kawasan ini kita juga akan dikenakan biaya oleh masyrakat lokal, tergantung transportasi apa yang kita naiki,tergantung penawaran kita lagi ke masyarakat lokal tersebut. Kondisi alam di tempat ini sebenarnya penuh bebatuan dan berada di salah satu sisi bukit berumput hijau yang mengelilingi Lembah Baliem. Dinamakan pasir putih karena memang pasirnya berwarna putih seperti pasir pantai, hanya saja bedanya ini terdapat digunung. Hal ini membuat Pasir putih tampak begitu mencolok bila dilihat dari udara. Kumpulan batu karang pun terlihat menyembul di atas permukaan pasir  hingga ke punggung bukit ditambah  semak belukar menghiasi bebatuan, kita bisa tracking kecil-kecilan hingga ke puncak sekitar 10 menit sampai ke puncak.

·         NOT TO DO : Jangan terlalu sore ke arah pasir putih apalagi tracking sendirian ke atas karena keamanan nya belum dapat dijamin sepenuhnya sama pengelola. Pergilah sebelum jam 5 sore ya teman – teman, pagi hari dan siang hari adalah waktu terbaik dan sebaiknya pergi beramai-ramai ria . dan satu lagi jangan terlalu memakai barang-barang yang mencolok , kalaupun membawa tools fotografi seperti Go pro atau drone sebaiknya pergi barengan anak Labewa gengs, biar aman damai sejahtera J
 
Para gadis bermodal nekat


Menurut masyarakat setempat
pasir putih ini ada karena bentukan alam. Dulu Lembah Baliem adalah sebuah danau raksasa bernama Wio. Sekitar tahun 1813, terjadi gempa yang menyebabkan pergeseran dan perubahan geologi.
Dari situ terbentuk pula Sungai Baliem yang meliuk di tengah lembah ini. Konon, pasir putih Desa Aikima adalah salah satu sisi danau purba tersebut dan di dekat pasir putih ini ada satu spot juga yang wajib dikunjungi yaitu air garam yang merupakan satu rangkaian hasil proses geologi wamena yang menjelaskan kenapa ada pasir putih, masih ada bekas-bekas koral di bebatuan sewaktu tracking dan adanya air asin. Tapi saya pribadi lebih mempercayai teori pengangakatan daatan dari lautan yang terbentuk karena proses geologi yang panjang hingga membentuk daratan, well saya berharap akan ada tulisan lengkap yang bisa dinikmati kalangan luas tentang geologi papua yang super duper menarik ini , maklum karena saya sekolah dengan basic geography jadi hal-hal seperti ini selalu menggelitik saya untuk wondering kalau jalan ke tempat-tempat eksotis sekelas wamena
J
batuan karang dan coral menjadi satu

Cuaca di wamena di bulan juni pun tidak bisa tertebak karena dari panas tiba-tiba gerimis dan saya asal ngomong “ ini cuman kurang pelangi saja untuk pemandangan sebagus ini “ dan Ya ampun datang dong pelanginya , muncul berbentuk setengah lingkaran dan double rainbow, gimana saya tidak teriak kegirangan sepanjang jalan pulang . The best lah
Aslinya tentu jauh lebih bagus


Dan selesai hari pertama trip kami di hari sabtu yang ceria , kembali ke wamena sekitar pukul 17.30 WIT sempat belanja dulu di salah satu “supermarketnya “ seperti yang sudah saya ceritakan di Part.1 , kami harus berbelanja semua makanan untuk hari minggu karena hari minggu tidak ada satupun toko dan pasar pun yang buka itu sudah peraturan daerah dan baru buka diatas jam  setengah 5 sore  .

HARI 2
Pagi hari yang luarbiasa karena masih mau berpelukan dengan selimut dan di tempat penginapan kami tidak ada AC semuanya dingin alami. Hari ke – dua adalah Highlight dari perjalanan kami, karena memang sudah bulatkan tekad harus ke Batas Batu dan Danau Habema hari itu apapun yang terjadi . Masa pak jokowi dan chelsea islan sudah sampai disana dan kami belum ? :D. Well, ini adalah petualangan yang penuh dengan doa menurut saya karena memang sudah diwarning bahwa bisa saja perjalanan ini batal , karena 2 faktor utama yaitu : Faktor cuaca dan faktor keamanan. 
Sudah jam 6 pagi dan janjian sama orang rental jam 8 sudah start, dan diluar jendela wamena minggu pagi dipenuhi kabut. Rasanya... melihat kabut bukan senang tapi galau, takut-takut kalau perjalanan ini batal. Teringat kata teman kami yang kerja disini kalau bangun pagi jam 7 si gunung di belakang hotel kelihatan berarti di atas sana cerah dan kita bisa naik. Tetapi jam 7 pagi pun masih berkabut menemani sarapan kami lalu lanjut jam 8 orang rental benar-benar tepat waktu sih mantap dan jam 8 Pagi matahari  memunculkan wajahnya.  Perjalanan yang butuh banyak doa dan iman sih menurutku, cuaca sudah oke, tinggal satu masalah yaitu faktor keamanan. Jujur mas rental yang membawa kami hari itu juga sedikit takut naik ke atas jadinya dia membawa 2 orang temannya laki-laki untuk menemani kami bertiga para gadis nekat ini karena memang cukup beresiko kalau hanya 1 pria saja dan sisanya wanita.

Dapat spot bagus di pinggir jalan dengan latar belakang puncak trikora. ohhh my..
 ·         WHAT TO DO : Usahakan jumlah pria lebih banyak daripada wanita ya kalau mau trip-trip              seperti ini terutama orang lokal . Demi keselamatan bersama J
Lanjut ya, akhirnya jam 9 Pagi kami jalan dengan doa dan iman dan harap-harap cemas. Berbekal kue-kue lebaran di mobil, makan siang kami, dan lagu-lagu khas maluku menemani roadtrip to Habema and The Rock Edge of Wamena. Kami memilih pajero ( harga dkk ada di part.1) menemani petualangan kali ini, Baru beberapa puluh menit meninggalkan kota menuju hamparan sabana hijau , perbukitan dengan langit biru pagi itu, siapapun yang ke arah danau habema dan sekitarnya wajib melapor di Pos TNI yang ada di daerah Napua, and sampai di sana kami kaget karena ada sekitar puluhan mobil hilux, strada, pajero berjejer di sana mengantri untuk melapor dengan puluhan manusia di dalamnya yang ternyata sama excitednya seperti kami bertiga menuju habema dan batas batu, senangnya luarbiasa, leganya luarbiasa lagi karena ditambah pasukan TNI dan Kopasus yang bergabung di beberapa mobil warga untuk menemami perjalanan kami agar aman sampai ke tujuan. So happy, karena 2 faktor yang tadi dikhawatirkan lenyap seketika, benar-benar terberkati sekali pagi itu .
Saya selalu memilih spot dekat jendela demi koleksi film-film pendek saya .
 
Kalau sekelas Raisa bikin video klip disini gimana ya ?

memang manusia hanya butiran debu lah
harusnya ada kuda lari-larian disini, dah fix kaya video klip one direction


Ø  Habema , “ The Yuginopa Lake”

 Perjalanan ke habema memakan waktu kurang lebih sekitar 2,5 jam dengan jarak 48 kilometer dari kota dengan pemandangan yang terlalu luar biasa bagi mata saya yang mengalahkan terjal dan liku-likunya jalan kesana.Haru sepanjang perjalanan kesini , Tuhan kayanya lagi jatuh cinta waktu menciptakan surga kecil di bumi cendrawasih ini. Kami sempat berhenti beberapa kali untuk take photo pada spot-spot yang kece , salah satunya menjadi background dari blog ini. Cuaca di luar panas bercampur dengan angin yang dingin jadi sensani panas dingin bercampur dikulit, saya sangat menyarankan membawa sunblock yang sebisa mungkin dipakai sedari masih di kota, kalau tidak ingin kulit kalian kering . Sekali lagi salut sama pembangunan jalan disini yang sudah diaspal sehingga setengah perjalanan kesana mulus, dan beberapa kilometer menuju habema barulah kita akan menemui jalan karang lagi. Nama asli danau Habema sebenarnya adalah Yuginopa, sedangkan nama Habema diambil dari nama seorang perwira Belanda, yaitu Letnan Habema yang ikut mengawal tim ekpedisi ke puncak Trikora pada tahun 1909. Luas danau ini kurang lebih sekitar 224,35 hektar dengan keliling 9,79 kilometer dan berada di kawasan Taman Nasional Lorentz Papua dengan ketinggian 3.225 Mdpl.
Setelah melewati medan yang berat menuju kesini pemandangan yang begitu indah, megah dan sangat mempesona segera menyambut kami. Hamparan padang rumput di sekitar danau dan tanaman-tanaman endemik Papua seperti Rumah Semut /sarang semut atau anggrek hitam akan membuat kita bersyukur menjadi bagian dari alam indah Papua. Ketika kami tiba sudah ada banyak orang disana sekitar Jam 11.15 WIT siang dan sama-sama menikmati pemandangan yang membuat hati saya berdebar-debar. Mengingat tujuan utama perjalanan kami hari ini adalah Batas Batu sehingga kami memutuskan untuk langsung menuju batas batu terlebih dahulu mumpung cuacanya sangat cerah lalu sekembalinya dari sana baru kami akan menikmati indahnya Danau Habema.

Habema Kucinta

Beberapa mobil memutuskan untuk bergerak juga ke atas batu, tetapi di perjalanan kami dihadang oleh beberapa orang lokal yang memegang senjata api dan katanya mereka adalah bagian dari anggota gerakan separatis di papua. Sebenarnya saya agak galau apakah perlu memasukan part ini dalam tulisan saya karena ini juga menjadi momok dan penghalang bagi kemajuan papua, namun tidak sedikit juga masyarakat yang mendukung gerakan ini, yah.. intinya mereka mau minta uang , katanya kalau mau lanjut ke batas batu harus bayar 200 ribu gengs.. well, si supir pun turun mengajak diskusi juga beberapa supir di mobil yang lain , sepertinya memang mereka sudah terbiasa dengan kondisi ini. Well, buat kami yang orang baru yah itu pemandangan yang sedikit membuat jantung dag dig dug apalagi kami semua perempuan di dalam mobil kan , akhirnya setelah mas supir kembali ke depan setir dan menyalakan mesin mobil akhirnya kami sedikit lega , ternyata mas nya tetap membayar tapi hanya 100 ribu saja , katanya “intinya memang kalau ketemu masyarakat begitu yang dikasi saja mbak , jangan sampai timbul masalah, apalagi ini ada anggota ikut kita “ . Hmmm baiklah , saya sih agak kesal . ini sejenis gertakan supaya dapat uang dan sekaligus sedih tapi juga kami miris, alam sebagus ini ya Tuhan, Tapi ada apa dengan manusia-manusianya ?. Akhirnya perjalanan kami dilanjutkan ke batas batu.

( Catatan : saya mohon maaf apabila ada pihak-pihak yang tersinggung atas tulisan saya ini, boleh langsung dikritik dan dikomentari ) Terima kasih


Ø  Batas Batu
Akhirnya, batas batu yang saya idam-idamkan dari petualangan ini melebihi mendamba calon suami akan segera terwujud. Pemandangan Taman Nasional Lorentz is too ...... ah, i have no words to describe how amazing it is. Berasa kaya yang ditonton di channel National geography dan discovery channel kalau lihat New Zealand atau Islandia, berasa lihat The Real of Narnia, kalau masa kecil kalian sering nonton The Chronicles of Narnia berarti kita seumuran seperti itulah kira-kira pemandangan yang saya lihat. 

Rasanya mau berhenti di setiap spot buat difoto, buat lari-lari, teriak-teriak, tidur-tiduran . Ini kalau ada artis yang bikin videoklip disini udahlah juara  pasti trending topic kalau lokasi syutingnya disini gengs. Parah bagusnya,, semoga dalam waktu dekat bisa saya tunjukkan lewat vlog saya di youtube . Sejauh mata memandang tidak ada hewan khas yang lewat yang ada adalah tumbuhan sejenis palma atau kurma dengan batuan dan padang sabana disana yang gradasinya dari warna hijau, kuning, oranye ,coklat sampai warna putih ditambah langit yang biru .Well, perjalanan dari Danau Habema ke batas batu kira-kira sekitar 1 jam saya pun tidak melihat jam karena selalu sibuk sama pemandangan diluar yang jauh lebih menarik perhatian.
Perjalanan kesini medannya wuuyuuuhh jauh lebih ekstrim gengs, terguncang guncang tauncang di dalam mobil, apalagi lihat mobil lainnya yang pake hilux yang bisa berisi 10-13 orang di bak bagian belakangnya. Beberapa kali orang-orang harus turun dari mobil supaya mobilnya bisa naik tanjakan. Perjalanan benar-benar ekstrim jadi teman-teman yang suka mabuk darat harus banyak persiapkan kantong muntahan yak, karena mobil tidak bisa berhenti sembarangan disini. Ingat safety first!
Papuaku tercinta

Terbayar sudah setelah perjalanan guncang mengucang ini begitu melihat barisan gunung bebatuan yang berdiri koko berwarna keabuan-abuan dan dari kejauhan seperti gunung salju padahal gunung batu di ketinggian kurang 3400Mdpl.Disebut batas batu karena memang menjadi batas geografis alami berupa batuan yang memisah antara Kab.Jayawijaya dan Kab.Nduga. Sesampainya di diatas benar saja sudah banyak orang yang berada disini menikmati pemandangan menakjubkan ini. Sekali lagi. Terharu,...
Berjalan perlahan menaiki deretan bebatuan yang agak tajam, ditemani desiran angin yang sangat dingin dan cukup kencang meski masih jam 1 siang dengan cuaca sekitar 15 derajat celcius dan hati-hati kalau melangkah disini karena ada banyak celah juga yang ditemukan di antara bebatuan, jadi tetap fokus pada pijakan kita sembari menikmati pemadangan ya. Kami menghabiskan waktu sekitar 1,5 Jam disini. Setelah puas mengabadikan momen disini saya pun berkontemplasi sejenak , merenung lagi karya Tuhan yang benar-benar agung ini dan menyadari bahwa sungguh alam papua ini benar-benar anugerah, dan sebagai orang asli papua, anak negeri ini saya punya kewajiban untuk menjaga tanah ini.
Banyaknya pengunjung bersama kami di hari itu

Sebelum ke New Zealand sebenarnya , pemanasan dulu di New Zealand ala Papua


Diantara celah-celah bebatuan yang tadi saya temukan, hmm sudah ada BANYAK SAMPAH  botol plastik dan minuman kaleng disana, saya cukup kesal.Tangan saya pun tidak bisa masuk ke dalam celah bebatuan yang tajam karena cukup dalam ternyata. Mungkin itu juga sebabnya ada warga yang kesal dan melarang kami kesana karena hanya menambah tumpukkan sampah dan kotoran di tempat yang mereka anggap sakral, somehow sedikit masuk akal juga saya rasa kenapa banyak yang “marah” dan “melarang” kami kesana.
( Gambar batas batu )
Kedua tempat ini memang gratis dan tidak dipungut biaya apapun atau retribusi ( kecuali kalau kena palak ya )kecuali apabila program pembangunan jalan trans papua sudah jadi dan diaspal mungkin ceritanya beda lagi ( berharap semoga gak jadi-jadi, lhoo ?!). Jadi, jadi tolong ingat bahwa kita juga kewajiban untuk tidak merugikan siapapun dan apapun bahkan ke alam kita yang perlu kita jaga dan sayangi. Supaya besok-besok anak cucu kita  masih bisa melihat apa yang kita lihat hari ini. Jangan sampai Cuma tinggal cerita. Jadilah wisatawan yang cerdas ya gengs jangan Cuma numpang eksis demi banyaknya like di sosial media. lalalalalala
( karena kerjaan saya di konservasi jadi kalau lihat yang gini rasanya ingin ku berkata kasar )hahaha.
Dari perjalanan ini pun saya diajak untuk kembali berpikir memang seharusnya tempat-tempat sebagus ini tidak perlu dijamah dengan tangan manusia. Biarkan alam ini tetap alami dan liar jauh lebih indah dan dinikmati secara diam-diam. Tetapi ya apa daya kalau kita mau melawan arus perkembangan jaman dan sosial media yang begitu luar biasa. Tempat-tempat seperti ini memang sangat riskan terekspos ke khalayak umum seperti ini sampai bisa memuat tulisan ini agar teman-teman bisa membacanya. Tapi apapun itu memang selalu punya sisi positif dan negatifnya baik koin dengan kedua sisi ataupun pedang bermata dua.

Well cukup momen bapernya , balik dari batas batu ada drama mobil kami ga bisa nyala, ahahha sempat gugup setelah hampir 15 menit diotak-atik akhirnya nyalaaa, horee dan kami pun kembali ke danau habema dengan wisatawan yang masih ramai disana, setelah mobilparkir dapat spot kece dekat tempat foto pak Jokowi kala itu dan langsung spontan harmonika kecil yang menjadi teman saya dari jaman petualangan di Ilaga menjadi dikeluarkan dan mulai ditiup berpadu dengan suara angin yang beradu dengan dedauanan dan pohon di dekat danau juga suara orang-orang disekitar. That was a personal moment buat saya untuk memaknai dan mengapresiasi karya yang indah ini . Terimakasih Tuhan. Semakin disadarkan bahwa saya hanya manusia biasa, manusia yang begitu kecil di hadapkan dengan alam yang begitu luas dan ditaklukkan dengan kebesaranNya.

Well, sekembali dari habema drama mobil dimulai lagi dan kali ini benar-benar tidak bisa dihidupkan sementara mobil-mobil yang lain sudah mulai pergi satu per satu, ahahaha setengah jam berlalu dan doa yang kencang akhirnya nyalaaa , horeee
pulanglah kami kembali ke kota dan masih ada 2 spot di hari kedua di sekitar kota yang kami kunjungi, tapi sebaiknya saya tulis di part berikut saja.
Terima kasih sekali lagi, sudah mau repot-repot membaca tulisan saya ini
Tiada kesan tanpa feedback dari kalian, silakan berikan masukan komentar dan saran buat penulisan ini , agar lebih baik ke depannya. Hidup anak negeri papua
J
#febspiration
#explorewamena
#anwamenameke
#kuligaiadventure