“BACKPACKERAN
MAHAL KE WAMENA ?” Part.3
Okika…..O Wamena…,
Wene ka werek…, yogo sasike….
Okika…. O Wamena…..
Yogo tak nen, keuk sak motok…..
O wuka luwuk nite werugun......
Lagu itu menceritakan tentang adanya berita
yang harus disampaikan ke kota Wamena, berharap kota yang dulunya dikenal
sebagai kota yang rusak akibat kerusuhan dapat dibangun kembali.
Nah,melanjutkan kisah dari perjalanan saya pada hari ke -2 di tulisan
backpackeran mahal ke wamena part.2 kembali pada kota yang dingin dan sejuk
namun juga panas untuk ukuran daerah pegunungan
·
AIR TERJUN NAPUA & KEBUN RAYA
BIOLOGI
Setelah kami
beranjak dari batas batu dan danau habema sekitar pukul 14.00 WIT kami kembali
melanjutkan perjalanan menuju air terjun yang berada di Napua yang
direkomendasikan oleh orang rental yang mengantar kami, Wamena yang ternyata
pada hari minggu itu cukup banyak orang yang sedang berwisata disana. Kami tiba
pukul 15.00 WIT di area yang disediakan sebagai tempat parkiran dan membayar
tiket masuk sebesar 10 ribu rupiah per orang .Lokasi air terjun napua harus
ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 500 meter menyusuri semak-semak jalan menurun, sesaat sebelum kami sempat
melangkah turun ,naiklah segerombolan wisatawan yang habis mandi dan saya
bergumam sendiri “masih jam 3 sore tapi orang sudah pada pulang, aneh “.
Beberapa orang yang berpapasan dengan kami sempat menggerutu “ kita dilempar”,
“ itu dibawah ada orang lempar-lempar” .Saya langsung kaget lah, terus bingung
terus balik arah ke seorang gadis remaja yang tadi menerima uang tiket yang
sudah sayar bayar untuk 5 orang seharga 50 ribu rupiah, “ adik, bisa temani
kita ke bawah ka ?” , “ dong bilang ni ada orang yang lempar-lempar di bawah “,
dan si adik menjawab “nanti, biar mama saja yang ikut kaka dong ke bawah”, ok
baiklah. Setelah si ibu muncul yang terlihat adalah si pemilik tempat tersebut
memimpin barisan rombongan kami turun demi melihat air terjun yang
dielu-eleukan si mas supir sejak kami balik dari habema tadi, sehingga kami
bertiga pun juga semangat ke sana. Sepanjang jalan turun kami masih bertemu
orang-orang yang mengeluhkan kejadian di bawah sana dan mengadu kepada si ibu
pemilik tempat. Saya juga rada gugup karena bisa saja kena lempar batu dari
warga yang dibawah, tapi karena sudah bayar well saya pun juga gak mau rugi
dong ya..Demi Air Terjuuuuuuuun.... J
Terlihat sudah ada
tangga berwarna biru yang dibangun untuk akses turun ke bawah dan ada jembatan
kecil yang bahkan su dipasangi atap, juga ada pondok kecil tempat beristirahat
di samping. Ketika si ibu atau “ mama”
yang punya lokasi tersebut turun dan menemukan orang-orang yang diyakini
melempar batu kepada warga, saya pun yang hanya berani melihat dari jauh juga
ikut penasaran seperti apa perawakan mereka, sementara teman saya yang satu
sudah berdiri tepat di belakang si mama melihat para tersangka yang ternyata
adalah anak-anak kecil . Whaaatttt ?? untuk ukuran anak kecil mereka bukan lagi
termasuk jahil sih tapi apa ya saya rada malas berkata kasar di tulisan
ini.pokoknya itulah yang kalian tahu dan
batu yang dilempar seukuran kaleng-kaleng rokok yang yah lumayanlah kalau kena
bahu atau kepala bisa geger kali ya.. -__-, dan kata si mama mereka bukan dari
daerah situ mereka datang dari luar wamena. Hmmm...
Air terrrjuuunnnnnnnnnn |
saya cukup kesal
meskipun bukan saya yang menjadi korban pelemparan. Masih dengan sedikit kesal
saya sibuk mencari dimana air terjun yang dimaksud di mas-mas tadi . saya
saling tatap dengan adik kami yang ikut dalam perjalanan dan bertanya “ Air
Terjunnya mana ,em ?”, “ Tratau ya kaks”, saya tanya lagi ke mas-masnya “ mas,
air terjunnya mana, masih jauh jalan lagi kah ?” and with flat face he said “
ini mbak, di depan kita ini air terjunnya” .
dan yang terlihat di depan mata saya adalah kumpulan batu dengan aliran
air lebih mirip kali kecil dengan debit yang super pelan “. That was like GUBBRRAAAKKK !! what ? “ini mah bukan air
terjun, ini kali pak. Mungkin kali masih lebih deras dari yang saya lihat.
Well, zonk sih dapat spot ini., kami cuma 5 menit disini dan langsung
memutuskan untuk kembali , ditambah dengan kelelahan karena perjalanan yang
jauh hari ini dengan berbagai adrenalinnya ( baca di part.2) meskipun saya coba
untuk positive thinking debit “air terjun” nya sedang surut karena musim
kemarau dan mungkin akan lebih deras sewaktu musim penghujan buktinya saja
memang tadi banyak orang yang mandi disini dari siang hari.
( gambar kali
spanggal di napua )
Setelah mendaki kembali ke tempat parkir dengan napas tersengal-sengal dan kehilangan 50 ribu dengan percuma kami akhirnya memustuskan untuk pulang saja karena sudah capek meskipun jam waktu itu masih pukul setengah empat sore dan rasanya juga sayang kalau sudah bayar mobil mahal-mahal ( baca di part.1 ) dan tidak dimanfaatkan semaksimal mungkin. Akhirnya demi menghibur kami yang tak jadi melihat air terjun kami pun diajak cerita bahwa di sekitar situ ada sebuah sekolah yang memiliki kebun strawberry dan dapat dicek sana , namun sayang kami tidak mampir kesana , dan sempat ingin di kali besar yang terletak di pinggir jalan yaitu kali Baliem yang memang membelah lembah Baliem , saya langsung minta mobil dipinggirkan karena saya pengen foto di spot itu karena melihat salah satu instagrammer lokal yang ngehits foto di spot itu juga jadi saya juga ingin foto disana, dan sesaat setelah pintu mobil terbuka dan kami mau menyeberang untuk motret,dari arah yang lain muncul segerombolan orang yang mungkin sedang ingin pulang jalan sore , oh iya di daerah pegunungan orang-orang sangat suka berjalan kaki memikul hasil kebun atapun bergerombolan jalan sore hari pagi hari siang hari dengan koteka kadang juga ada, itu memang sudah membudaya jadi tidak perlu kaget ketika melihat pemandangan ini. Lalu lagi-lagi mas supir yang mengantar kami langsung menyuruh menutup pintu mobil dan disuruh menunggu sejenak, dan bapak-bapak tersebut juga berhenti di spot yang ingin kami potret, well karena kekhawatiran sang supir akhirnya kami pun lagi-lagi tak jadi foto di sana , ahahhaha hari yang penuh dengan kekhawatiran yang padahal menurut saya “tidak apa-apa” jika kami memotret disana asal kami minta ijin dan pasang senyum manis kan bila perlu semua snack dimobil kami keluarkan buat warga , hihihihi yah gagal lagi potret di spot bagus.
·
WHAT TO DO : Pergilah kemana-mana
dengan orang asli setempat, akan lebih baik karena mereka yang lebih paham tentang
kultur masyarakat yang ada di sana. Lalu kalau singgah-singgah mendadak ke
spot-spot yang foto pastikan jalanan
aman dan mintalah ijin terlebih dahulu jika ada orang setempat, dan kalau ada
anak-anak atau mama-mama disana jangan lupa berikan makanan atau permen atau
sesuatu yang manis-manis. Hihihi
Dari perjalanan
ini kami lanjut ke daerah gunung susu sekitar pukul setengah 5 sore untuk
melihat kebun raya biologi wamena yang membuat saya penasaran setengah mati
meskipun gambarnya biasa saja di internet, tapi dari yang saya baca sedang
dikembangkan pohon bunga sakura di sana, ya otomatis tempat ini jadi salah satu
tempat yang ingin saya kunjungi berhubung saya belum pernah melihat bunga
sakura kan, meski sekali lagi kata mas-mas supir yang membawa bahwa daerah ini
juga cukup rawan, yah kami tetap kekeuh mau ke sana maka dengan memutar arah
yang lain sebelum masuk ke daerah kota kami berbelok ke arah sana dan saya
melihat hamparan rumput berwarna merah maroon sisa dari rumput mei menuju warna
coklat tua yang begitu mendominasi di daerah perkebunan yang merupakan tanah
milik LIPI , begitu lewat di depan gapura kebun lagi-lagi ada segerombolan
orang duduk di sana dan sekali lagi diperingati mas-masnya bahwa lebih baik
kami tidak usah turun , kami hanya numpang lewat dan akhirnya menyerah dan
kembali ke kota . well , well.. hmm baiklah
kami pulang dan beristirahat, sembari mencari tiket untuk pulang besok siang.
kami pulang dan beristirahat, sembari mencari tiket untuk pulang besok siang.
Malam harinya kami
kelimpungan karena kehabisan tiket, seperti yang saya ceritakan sebelumnya di
tulisan part.1 bahwa harus memesan tiket dari jauh-jauh hari . Akhirnya kami
harus menambah sehari lagi trip yang entahlah besok mau kemana...
HARI 3
Tidak
se-excited 2 hari sebelumnya karena hari ini kami tidak tahu mau kemana, hari
pertama kami ke arah timur, hari kedua kami ke arah barat dan hari ketiga kami
bingung, dan akhirnya saya memutuskan untuk berkunjung ke rumah saudara saya,
beliau orang asli wamena namun semasa sekolah dan kuliahnya dulu kakak saya ini
besar bersama kami di rumah, sehingga sudah diangkat menjadi anak di rumah
kami.
Kami
berikan judul trip hari ketiga yaitu trip di dalam kota. Berusaha melihat kota
wamena lebih dekat dan interaksi yang terjadi didalamnya. Memutuskan setelah
sarapan, kami bertiga akan jalan kaki ke rumah kakak saya. Meski sedikit rawan
karena terlihat sekali kami bertiga orang baru, tapi ya namanya saja orang
nekat. Jalan kaki di pagi hari yang hangat sekali, kota yang tidak terlalu
ramai mungkin karena masih libur nasional, memotret sejenak sebuah proyek
pembangunan salib yang berada dekat dengan penginanapan kami. Setelah
meng”goggling “ dan akhirnya menyerah dan bingung dengan arah jalan yang
diberikan kakak saya akhirnya kami memutuskan untuk mencoba naik becak, yang
seperti seru .
·
WHAT TO DO : Pastikan bahwa tukang
becaknya paham alamat tujuan kalian. Bersiap-siaplah dengan guncangan dan
kecepatan mereka membawa becak. Siapkan uang pas sewaktu membayar.
Dua becak menjadi
transportasi kami, saya sendiri mengingat tubuh saya yang hanya muat dalam satu
becak dan 2 teman saya menaiki becak lainnya . 2 anak laki-laki berusia remaja
sepertinya masih SMP menarik becak kami, well jika kalian ingin naik becak
disini sepertinya harus bersiap-siap kaget seperti saya yang kagok naik becak
disini tidak seperti becak di jogja misalnya yangbenar-benar membiarkan
penumpangnya menikmati suasana kota, well becak disini sedikit cepat dibawa
mungkin karena kendaraan di sekitar yang juga tidak mau mengalah dan memberi
ruang sehingga becaklah yang harus menyesuaikan , lumayan kaget juga ditambah
jalan di dalam kota banyak yang rusak maka lengkaplah petualangan pagi itu.
Setelah memberi 20 ribu kakak saya memyambut di depan rumah dan membawa kami ke
rumahnya. Rumah simple dari kayu yang khas daerah pegunungan dan halaman yang
sangat luas dengan berbagai tanaman, ah.. menambah inspirasi untuk rumah masa
depan, ciyee.. ahahhaaha. Sambil makan , saya berdiskusi dengan kakak dan istrinya
maka beliau memutuskan untuk mengajak kami hari itu ke kampung istrinya. Wah,
kami sih senang-senang saja karena memang tidak punya rencana hari itu.
·
JEMBATAN KUNING dan JWW PARK
Berjarak
sekitar 10km dari kota wamena menuju Distrik Maima. Dinamakan begitu karena
memang berwarna kuning. Jembatan gantung ini menghubungkan Sogokma dengan
jajaran pegunungan Erumuliak yang panjang membentang di seberang. Saat
dilewati, jembatan gantung ini bukan bergoyang ke kanan atau kiri, melainkan
turun naik bagai gelombang. Sambil menyeberang saya beranikan melihat ke sungai
Baliem yang melintas di bawah jembatan. Airnya berwarna cokelat, arusnya deras,
dengan suara yang menderu keras.
Jembatan
Kuning ini baru dibangun beberapa tahun lalu, menggantikan jembatan lama yang putus
dan memakan korban seorang pemandu lokal dan seorang wisatawan Jepang. Saat itu
tubuh mereka langsung hilang ditelan arus sungai Baliem, tak lagi bisa
ditemukan. Beberapa bulan kemudian, keluarga wisatawan datang dari Jepang ke
Wamena, membangun semacam tiang batu bertuliskan huruf kanji di dekat jembatan.
Sebagai nisan sekaligus pengingat bagi anak mereka yang hilang.
“Dekat”
dari jembatan kuning kita akan menemui telaga biru yang berjarak 1 jam ditempuh
dengan berjalan kaki gengs, tapi sayang kami tidak kesana karena membawa anak
kecil jadi kami hanya menikmati sore hari yang syahdu di jembatan kuning yang
super fotogenik. Wamena memang setiap sudutnya fotogenik sih. Jembatan kuning
memang menjadi nyawa penyambung bagi warga setempat. Warga yang lalu lalang
dengan berjalan kaki dan menggunakan motor, hanya mobil yang tidak bisa
melewati jembatan ini, sehingga harus parkir di samping jembatan.
Di
sela – sela menikmati sore kami datang seorang tukang yang tadinya sedang
bekerja proyek jembatan di sisi lain jembatan lalu menyapa dan memberitahu
bahwa ada taman yang baru dibangun dekat sini , boleh kesana dan banyak
anak-anak lagi main bola disitu . Wah, kakak saya langsung bertanya dan kami
tanpa ragu-ragu langsung ke sana. Ternyata itu adalah kampung halaman dari
salah satu calon gubernur papua , sehingga kami iseng memberikan nama tamannya
sesuai dengan nama beliau “ JWW Park” . Saya sangat terpukau atau lebih
tepatnya udik karena sangat sangat hijaaaaaauuuuuuuuuuuu.. kalau kata orang
jawa “ ijo royo-royo” . Pemandangan memang bikin hati teduh, kami semangat
sekali dapat spot ini, dan akhirnya malah punya spot untuk menikmati jembatan
kuning dari sudut yang lain. Ah wamena memang sesuatu.
JWW Park, Wamena |
Ketemu spot gereja di taman ini yang super instagramable |
Kami
menghabiskan sekitar 2 jam di jembatan kuning dan JWW Park lalu memutuskan
untuk pulang dan mencari oleh-oleh berupa buah-buahan dan sayuran untuk sanak
saudara di rumah. Sayang kami hanya 4 hari 3 malam, padahal wamena punya
ratusan spot untuk didatangi.
·
WHAT TO DO Gunakan sepatu tertutup
untuk berkegiatan di alam. Kalau pun menggunakan sandal gunung, sebaiknya
gunakan juga kaos kaki.
▪ Topi sangat berguna untuk melindungi kepala dari panas dan angin.
▪ Hujan bisa turun tiba-tiba di lembah Baliem, walaupun terkadang tak deras namun berlangsung cukup lama. Membawa jas hujan atau jaket bisa sangat berguna dan Bawalah air minum secukupnya.
▪ Topi sangat berguna untuk melindungi kepala dari panas dan angin.
▪ Hujan bisa turun tiba-tiba di lembah Baliem, walaupun terkadang tak deras namun berlangsung cukup lama. Membawa jas hujan atau jaket bisa sangat berguna dan Bawalah air minum secukupnya.
Terimakasihhh semuanya, sudah menyediakan waktu membaca petualangan saya ke lembah baliem yang indah ini. Semoga semakin menginspirasi kalian untuk segera mengunjungi spot-spot seru di Wamena.
See you in the next adventure, Wa Wa Wa
#febspiration
#explorewamena
#anwamenameke
#kuligaiadventure